Andi Syafrani, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, menjelaskan bahwa masa depan negeri ini ditentukan oleh pemimpin yang memiliki akhlak yang mulia. Lebih jauh Syafrin melihat bahwa krisis kepemimpinan dalam Umat Islam Indonesia saat ini tersebab oleh ketiadaan sosok pemimpin yang meniru Nabi Muhammad SAW.
Ide ini disampaikannya dalam ngaji kepemimpinan yang diselenggarakan Dialektika Institute for Culture, Religion and Democracy pada Kamis (14/04/2022). “Salah satu alasan sederhana mengapa Umat Islam mengalami krisis kepemimpinan ialah karena tidak ada satu sosok pun yang mampu meniru kepemimpinan akhlak ala Nabi,” jelas Syafrani.
Meski tidak ada sosok yang mampu meniru Nabi dalam kepemimpinan, Syafrani tetap memberikan beberapa kriteria yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, terutama dalam konteks pemberantasan korupsi. Menurutnya, nasib masa depan bangsa ini sangat ditentukan oleh pemimpin yang bebas korupsi.
“Kriteria pertama untuk seorang pemimpin ialah memiliki sifat wara. Wara itu dalam konteks akhlak didefinisikan sebagai rasa kekhawatiran sehingga menghindar dari terjerumus ke dalam hal-hal yang haram secara agama dan negara. Secara sederhana, wara ialah orang yang tak pernah terpidana dalam konteks Undang-Undang. Namun wara ternyata memiliki makna yang lebih dalam lagi dari itu, yakni, kehati-hatian agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang merugikan orang lain,” jelas Syafrin.
Pemimpin tidak akan terjerumus ke dalam korupsi jika dia memiliki sifat wara karena sifat ini menekankan pada sikap kehati-hatian yang sangat dan tidak terpengaruhi oleh orang lain. Syafrin juga menjelaskan kriteria kedua bagi pemimpin, yakni harus memiliki sikap zuhud. Pemimpin yang zuhud ialah pemimpin yang memiliki sikap qana’ah, merasa serba cukup dan tidak hedonis. “Salah satu pendorong korupsi ialah pribadi yang tidak pernah merasa cukup. Pribadi yang seperti ini akan gampang terjerumus apalagi jika ditambah dengan gaya hidup hedonis,” lanjut Syafrin.
Lebih lanjut Syafrin juga menjelaskan kriteria ketiga pemimpin, yakni muhsin, yaitu bahwa pemimpin harus selalu sadar bahwa dirinya senantiasa diawasi selalu oleh Allah SWT. “Kesadaran akan hadirnya Tuhan dalam diri pemimpin, karena makna ihsan ialah merasa seolah tindakan kita itu disaksikan dan diawasi oleh Allah SWT,” papar Syafrin.
Syfarin menjelaskan bahwa ihsan merupakan sejenis kepengawasan diri yang melekat pada diri pemimpin. “Jika pemimpin memiliki sifat ihsan, ia akan menjadi cahaya bagi yang dipimpinnya,” pungkas Syafrin.
Simak penjelasan selengkapnya dalam video berikut ini: